Dugaan Korupsi di PT Garuda Indonesia, Kejagung Periksa Tiga Saksi
JAKARTA (Awal.id) Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI memeriksa tiga orang saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Tahun 2011-2021. Kasus ini menyeret tiga tersangka yaitu AW, SA, dan AB.
Ketiga saksi masing-masing DH selaku Senior Manager Corporate Strategy and Business Development PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, EL selaku Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011-2012, dan IA selaku VP Corporate Secretary & Corporate Legal PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. tahun 2009-2015.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.
Sementara tiga orang tersangka, AW, SA, dan AB dijerat dengan pasal berlapis, yaitu 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999, yang diubah UU No 20 Tahun 2021 Ttentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP.
Kemudian subsider pasal 2 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Dengan UU No 20 Tahun 2021 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula pada 2011-2021, ketika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan pengadaan pesawat berbagai jenis tipe, antara lain Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya, antara lain kajian feasibility study/business plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil, dan wajar serta akuntabel.
Selain itu, proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Kejagung mencium adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.
Penyimpangan dalam proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
“Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc-Kanada dan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) Prancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa, serta perusahaan Alberta SAS Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Dr Ketut Sumedana SH MH, dalam keterangan persnya. (is)