Bawaslu: Jakarta Paling Rawan Kampanye SARA, Hoaks dan Ujaran Kebencian

Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu RI berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa 31 Oktober 2023
Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu RI berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa 31 Oktober 2023

JAKARTA (Awall.id) – Penyebaran kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial pada Pemilu 2024 harus menjadi perhatian semua pihak. DKI Jakarta merupakan provinsi paling rawan terjadi kampanye SARA di media sosial.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) RI, DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi dengan nilai 75 persen.

Hal itu berdasarkan total jumlah kejadian untuk seluruh indikator kerawanan media sosial baik adanya kampanye bermuatan sara, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial.

Setelah DKI Jakarta, menyusul Maluku Utara (36,11%), Kepulauan Bangka Belitung (34,03%), Jawa Barat (11,11%), Kalimantan Selatan (0,69%), dan Gorontalo (0,69%).

Pada tingkat kabupaten/kota, secara umum Kabupaten Fakfak (30,46%) dan Intan Kaya (19,35%) memiliki tingkat kerawanan paling tinggi.

Baca Juga:  Bambang Pacul PimpIn Tim Pemenangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi di Pilgub Jateng 2024

Data Bawaslu RI mengungkapkan, prediksi kerawanan itu berdasarkan hasil riset yang dinamakan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tematik mengenai kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian via media sosial. Riset kuantitatif itu menggunakan data pengawasan pilkada sebelumnya dan Pemilu 2019.

“DKI Jakarta nampaknya sengaja dihadirkan penarinya [buzzer] dari DKI ya,” kata Komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam tayangan di kanal Youtube Bawaslu RI, Selasa (31/10).

Lolly menyampaikan, DKI Jakarta selalu masuk lima besar dalam berbagai isu tematik kerawanan pemilu, seperti kerawanan netralitas ASN dan politisasi SARA.

“DKI Jakarta, dia rawan semua dimensi isu strategis pemilu,” ujarnya.

Baca Juga:  Kunjungi Ruang Presisi, Ketua IPW: Aplikasi Libas Sukseskan Program Mabes Polri "Beyond Trust Presisi 2024"

Lolly menjelaskan, media sosial yang paling sering digunakan untuk melakukan kampanye bermuatan SARA, hoaks dan ujaran kebencian adalah Facebook, WhatsApp dan Twitter.

Khusus WhatsApp, kata Lolly, biasanya yang dilakukan melalui grup keluarga atau komunitas terdekat.

Adapun konten kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial yang paling dominan adalah foto, video dan link berita yang ditambahkan dengan narasi yang intimidatif dan dibuat sedemikian rupa sehingga seakan-akan mengancam.

“Modusnya adalah untuk mendapatkan dukungan atau simpati yang lebih besar, menyerang lawan dan mendelegitimasi proses atau hasil pemilu,” ucap dia.

Lolly menilai kampanye bermuatan SARA, kabar bohong, dan ujaran kebencian via media sosial dapat menjadi penyebab terjadinya polarisasi, bahkan konflik, masyarakat di dunia nyata.

Baca Juga:  DPR Sahkan Revisi UU Desa Jadi UU

Namun dengan Peraturan Bawaslu tentang Pengawasan Pemilu, Bawaslu dimungkinkan menindak akun media sosial di luar yang telah terdaftar di KPU.

Berdasarkan PKPU Nomor 15/2023 tentang Kampanye Pemilu, Pasal 37 Ayat 1 dan 2 dikatakan peserta pemilu dapat melakukan kampanye melalui media sosial paling banyak 20 akun setiap jenis aplikasi.

“Berdasarkan draf Perbawaslu Pengawasan Kampanye yang kami lakukan, maka Bawaslu akan mengawasi media sosial meskipun akun itu personal,” kata Lolly.

“Jadi tidak hanya akun media sosial yang didaftarkan ke KPU, tapi akun media sosial secara personal,” imbuhnya.

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *