Penghapusan Tenaga Honorer 2023, Ferry Harap Pengabdian Non-ASN Jadi Pertimbangan Pemerintah
SEMARANG (Awal.id) – Sebanyak 50.000 non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) Jateng terancam kehilangan pekerjaan, menyusul keluarnya surat edaran (SE) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) No.185/M.SM.02.03/2022 tentang penghapusan tenaga honorer pada 2023.
Kendati masih menyisakan satu tahun lagi, Pemerintah Provinsi Jateng kini berpacu untuk menyelamatkan tenaga honerer untuk bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kebijakan itu kini dilakukan Gubenur Jateng Ganjar Pranowo dengan mengangkat 9.024 guru hononer di Jateng menjadi PPPK, di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang, Selasa (7/6). Dalam pengangkatan tersebut, sebanyak 130 PPPK hadir secara luring dan 8.887 lewat daring.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Jateng Ferry Wawan Cahyono menyambut langkah Gubernur Jateng untuk mengurangi angka pengangguran jika kebijakan KemenPANRB yang akan ’memberangus’ tenaga honorer daerah betul-betul diterapkan pemerintah. Padahal, hampir semua pemerintah daerah di Indonesia, menggunakan jasa non-ASN untuk menutupi kekurangan tenaga kerja di instansinya masing-masing. Bahkan, jumlah tenaga honerer di Jawa Tengah saat ini mencapai ribuan pekerja.
Politikus asal Partai Golongan Karya Jateng ini mengaku masalah tenaga honorer daerah merupakan problem klasik yang susah untuk dituntaskan. Masalahnya, setiap ada perekrutan baru Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap pemerintah daerah, kuota yang dibutuhkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga non-ASN yang saat ini ’mengabdi’ di instansi pemerintah.
Minimnya kuota yang dibutuhkan ini membuat penuntasan tenaga honorer bagaikan mengurai benang kusut. Upaya pengentasan tenaga honorer terus dilakukan, namun usaha itu tidak bisa maksimal akibat minimnya jumlah ASN yang diangkat dengan jumlah tenaga honorer yang ada.
“Persoalanan pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN seperti mengurai benang kusut. Meski sudah dilakukan, tapi tidak bisa selesai-selesai,” katanya.
Menurut Ferry, terganjalnya tenaga honorer untuk bisa diangkat menjadi calon ASN tidak terlepas dari kreteria dan syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 56 tahun 2012.
Syarat tersebut, pertama tenaga honorer yang berusia maksimal 46 tahun dan mempunyai masa kerja 20 tahun atau lebih secara terus-menerus. Sedangkan syarat kedua, tenaga honorer yang berusia maksimal 46 tahun dan mempunyai masa kerja 10-20 secara terus-menerus.
“Syarat inilah yang membuat mereka agak kesulitan bisa diangkat menjadi ASN, pada tenaga honorer saat ini kebanyakan belum memiliki masa kerja 10-20 secara terus menerus. Kalau toh ada, usianya sudah di atas 46 tahun,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, dalam PP tersebut tertulis bahwa THK-II (pegawai honorer) diberikan kesempatan untuk seleksi (CPNS) satu kali. Jika pada tes tersebut, mereka tidak lulus, peluang untuk menjadi PNS pun sirna.
Adapun proses pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS ini nantinya diprioritaskan bagi tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh pertanian/perikanan/peternakan, dan tenaga teknis yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Legislator asal daerah pemilihan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Kebumen sangat menghargai dan mendukung upaya Forum Komunikasi Tenaga Non-Aparatur Sipil Negara Jawa Tengah agar anggota bisa diangkat menjadi ASN, sebelum keputusan penghapusan tenaga hororer diberlakukan pada 2023.
Ferry meminta pengabdian tenaga non-ASN yang selama ini telah dilakukan agar menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Sebagai wakil rakyat, Ferry mengaku tidak ingin di wilayah Jateng terjadi peningkatan angka pengangguran lagi pasca banyaknya tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja pada saat pandemi Covid-19.
“Saya berharap ada kebijakan khusus dari pemerintah terkait nasib tenaga honorer. Sebab bagaimana pun, mereka telah berjasa selama mengabdi di instansinya,” tukas Ferry.
Ferry sependapat dengan Gubenur Ganjar Pronowo yang memberikan prioritas pada tenaga honorer dari kalangan pendidikan untuk diangkat menjadi PPPK. Masalahnya, inovasi dan kreasi para guru ini sangat dibutuhkan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni agar bangsa Indonesia terus bergerak maju di segala bidang. (adv/anf)