Dipecat DKPP dari Jabatan Ketua KPU, Begini Pembelaan Diri Arief Budiman

JAKARTA (Awal.id) – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan sanksi terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman. Arief diberhentikan dari jabatan Ketua KPU RI, karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Ia diketahui mendampingi atau menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Tindakan Arief Budiman menerbitkan Surat KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 dengan menambah klausul yang meminta Evi Novid Ginting Manik aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU Periode 2017-2022 selanjutnya juga dinilai sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang dalam kedudukan sebagai Ketua KPU RI.
Atas sikap yang diambil DKPP, Arief Budiman menyebut, pertemuannya dengan Evi Novida Ginting Manik untuk mengajukan gugatan di PTUN Jakarta, bukan sebagai bentuk perlawanan terhadap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Dalam pertimbangan putusan (DKPP) disampaikan bahwa ini sebagai bentuk perlawanan KPU kepada DKPP, saya nyatakan itu tidak benar,” kata Arief sebagaimana dikutip dari Antara.
Arief menyangkal, sebab saat itu KPU melakukan bekerja dari rumah (work from home), jadi tidak mungkin kehadirannya di PTUN tersebut menjadi bentuk perlawanan lembaga.
“Jadi memang kehadiran saya sebagai pribadi, kedua sebetulnya adalah prinsip leadership, dan itulah yang memang harus dilakukan oleh pimpinan ketika ada masalah, gangguan, peristiwa yang mengganggu terjadi pada institusi ini atau pada orang-orang yang ada di dalam institusi,” jelasnya.
Maka dari itu, lanjut Arief, dirinya berani mengatakan tidak ada bentuk perlawanan terhadap DKPP terkait persoalan itu. Arief menegaskan, kepada anggota KPU provinsi kabupaten kota, agar kalau ada persoalan maka harus diselesaikan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Apa yang dilakukan oleh Bu Evi sebetulnya dalam rangka itu menyelesaikan persoalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya.
Jadi, menurut Arief, jangan kemudian ditafsir seolah-olah hal itu bentuk perlawanan KPU terhadap DKPP, karena proses tersebut sesungguhnya merupakan bentuk atau cara yang dipilih untuk menyelesaikan persoalan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arief mengatakan, dia diadukan melakukan pelanggaran kode etik karena mengantarkan Evi Novida mendaftarkan gugatan ke PTUN.
Dalam persidangan DKPP, dia telah menjelaskan runtut hal itu, bahwa Arief bukan mengantarkan Evi, karena Evi bersama kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan pada pagi harinya.
“Sementara saya mendengar kabar Bu Evi dan kuasa hukumnya sedang ada di pengadilan dan saya datang kurang lebih pukul 11.30 WIB karena saya ingat betul hari itu hari Jumat, menjelang salat Jumat,” ujarnya.
Sehingga, ia menyebut bahwa kejadiannya saat itu murni sebagai bentuk kepemimpinan memastikan penyelesaian persoalan yang diambil harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun demikian, Arief juga menyampaikan terima kasihnya atas dukungan KPU di daerah terkait persoalannya tersebut.
“Terima kasih kepada KPU provinsi dan kabupaten kota atas dukungan, saya pikir teman-teman justru dengan peristiwa ini tetap harus semakin menunjukkan kerja-kerja integritasnya,” paparnya. (is)