Pengecer LPG Diganjar 1 Tahun Penjara dan Denda Rp 50 Juta

Tim kuasa hukum terdakwa Muh Purnama langsung menyatakan banding usai kliennya divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta oleh majelis hakim PN Demak.
Tim kuasa hukum terdakwa Muh Purnama langsung menyatakan banding usai kliennya divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta oleh majelis hakim PN Demak.

DEMAK (Awal.id) – Pengadilan Negeri Demak mengganjar hukuman satu satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta terhadap terdakwa Muh Purnama bin Hani.

Majelis Hakim yang diketuai O Sitorus SH pada amar putusannya yang dibacakan sidang lanjutan, di PN Demak, Senin (29/11), menilai terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan telah menyalahgunakan pengangkutan dan/ atau Niaga Bahan Bakar  Minyak, Bahan Bagar Gas dan/ atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah sebagaiman dakwaaan kesatu JPU.

“Terdakwa Muh Purnama bin Hani terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu dakwaan kesatu, pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam ketentuan pasal 40 angka 9 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yaitu menyalahgunakan pengangkutan dan/ atau Niaga Bahan Bakar  Minyak, Bahan Bagar Gas dan/ atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah,” kata O Sitorus.

Baca Juga:  Angkringan 'All You Can Eat' ala Metro Park View Hotel Kota Lama Semarang

Hakim Sitorus mengatakan apabila terdakwa tidak membayar denda Rp 50 juta, maka akan diganti dengan penjara 3 bulan.

Vonis yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU. Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa agar diganjar hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta.

Atas putusan tersebut, terdakwa Purnama melalui kuasa hukumnya, Denny Mulder dkk dari Posbakumadin Semarang, langsung menyatakan banding.

“Harap dicatat, saat ini juga kami menyatakan banding,” kata Denny Mulder sebelum sidang ditutup.

Tidak Adil

Tim kuasa hukum terdakwa menyatakan tidak perlu waktu untuk berpikir dalam menentukan sikap banding ini. “Putusan ini tidak mencerminkan keadilan. Pasti kami banding,” ujar Bowo Leksono, salah seorang kuasa hukum.

“Kami tidak bisa menerima ketidakadilan ini. Hakim kurang cermat dan kurang paham soal Migas. Pembelaan kami pun diabaikan,” tegas Denny.

Kepada wartawan Denny Mulder mengatakan sejak awal perkara ini sudah cacat. Keterangan ahli Drs Sri Sasongko yang dijadikan acuan jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Baca Juga:  Dugaan Korupsi di PT AMU, Tim Penyidik Kejagung Kembali Periksa Satu Saksi

Sasongko, ujar Denny, ketika dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum tidak bisa memberikan jawaban, karena memang tidak menguasai permasalahan Migas. ”Pada akhirnya, di persidangan, di depan majelis hakim, JPU, Penasehat Hukum dan hadirin yang menyaksikan sidang secara jujur mengakui, sekali lagi saya tegaskan mengakui bahwa dirinya bukan ahli,” tegas Denny.

Dia, lanjutnya, hanya diminta keterangan sebagai PNS di Dinas Perdagangan Kabupaten Demak dan sama sekali tidak ahli dalam permigasan.

“Padahal dalam nomor putusan Majelis Hakim jelas, perkara ini masuk kategori pidana khusus. Mestinya keterangan yang bisa dijadikan acuan adalah keterangan seseorang yang ahli di bidang khusus tersebut, dalam hal ini ahli Migas,” ungkapnya.

Bukan Penjahat

Denny Mulder mengungkapkan kekecewaan dan kegusarannya atas ketidakadilan ini. “Kasihan Purnama dan keluarganya. Lihat itu anak dan istrinya (sambil menunjuk dua wanita yang tertunduk lesu dan berlinang air mata) betapa sedih dan dukanya. Purnama yang tidak berbuat kejahatan divonis penjara 1 tahun,” katanya.

Baca Juga:  Dalami Korupsi Dana Investasi, Kejagung periksa Kadiv Keuangan & Investasi Taspen Life

Di mana keadilannya? Di mana hati nurani Majelis Hakim. Hanya orang jahat yang layak dipenjara. Bukan orang yang tidak berbuat kejahatan seperti Purnama ini yang harus dipenjara,” tuturnya

Karena itu, lanjutnya, kami akan memperjuangkan terus keadilan ini. Ketidakadilan harus dilawan, bukan hanya untuk Purnama seorang, tapi ribuan atau mungkin bahkan jutaan orang yang bekerja di bidang penyaluran elpiji ini di seluruh tanah air. Hidup mereka terancam.

Mengenai adanya pelanggaran zonasi penyaluran, katanya lagi, bukanlah tindak pidana. “ Kami sangat mendukung bila pelanggaran seperti ini dijatuhi sanksi yang sesuai ketentuan, yaitu sanksi administratif. Dalam berbagai aturan khususnya tentang Migas, sanksi untuk pelanggaran tersebut adalah administratif, bukan penjara,” jelasnya. (*)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *