Mengenal E-Marketing, Solusi Usaha di Masa Pandemi

BANDUNG (Awal.id) – Pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap gaya hidup, kesehatan dan terutama perekonomian, khususnya di Indonesia. Semua bidang pencaharian dipaksa terpukul mundur akibat pandemi. Tak terkecuali pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Data Kementerian Koperasi dan UKM mengungkap, lebih dari 300.000 pelaku UMKM yang lumpuh akibat Covid-19.
Adanya pandemi ini membuat mereka tidak bisa berkegiatan usaha normal dan dipaksa menyesuaikan keadaan dengan protokol yang ada. Salah satu yang bisa membuat mereka bertahan adalah shifting ke digital.
Seperti halnya yang dialami Rahma, 36, pelaku UMKM bidang fashion. Ia sempat terpuruk karena selama ini mengandalkan pola dagang offline.
“Sebulan pandemi benar-benar bingung mau ngapain, masuk bulan kedua mulai bangkit dan berusaha memasarkan secara online,” tutur Rahma.
Pun usaha tersebut tidak mudah, apalagi ia tidak begitu akrab dengan dunia digital. Untungnya, salah satu temannya bergerak di bidang digital marketing. Hingga kemudian, dengan dana pas-pasan Rahma merangkak dibantu temannya mengambil momen hari belanja online nasional (Harbolnas) 2020. Penjualannya naik drastis sekitar 150 persen.
Digital marketing CEO Boleh Dicoba Digital (BDD), Rizki Fahrurrozi mengatakan brand lokal yang berhasil shifting ke dunia digital mengalami peningkatan penjualan. Bahkan kenaikan transaksi di masa Harbolnas seperti 12.12 mencapai 300 persen. Didominasi fashion dan kosmetik.
Secara total, pada Harbolnas 12.12, sebanyak 160 klien BDD menembus angka 17.300 transaksi pembelian. Jumlah itu hanya untuk satu hari.
“Kami memegang 160 klien, 85 persen di antaranya UMKM. Dari jumlah itu, 90 persennya bergerak pada bidang fesyen, sisanya kosmetik, corporate, jasa, dan lainnya,” ucapnya.
“Beberapa brand lokal ternama yang dipegang adalah Brodo, Eiger, Screamous, dan lainnya,” tambah pemuda 29 tahun ini.
Salah satu kunci keberhasilan tersebut adalah digital marketing. Perusahaan milik Rizki membantu iklan digital yang bisa dilihat di TikTok, Instagram, Facebook, serta media buying di beberapa media online, dan lainnya.
Soal harga, layanan ini bisa disesuaikan dengan budget. Bahkan uang Rp 50.000 pun bisa digunakan untuk beriklan.
“Kelebihan dari iklan digital, lebih terukur. Berapa banyak yang ngeklik, daerah mana saja, pria atau wanita, itu bisa dilihat,” tutur dia.
Selama pandemi, pertumbuhan klien BDD pun naik 150 persen, yang didominasi UMKM yang baru akan shifting. Ada pula di antara mereka yang selama ini berjualan di marketplace, tapi ingin lebih mengembangkan usahanya. Tahun 2021 ini, ia melihat penetrasinya akan tetap tinggi karena masih pandemi.
Selain itu, penggunaan sosmed juga semakin tumbuh. Selain trend yang terus naik, kompetitor juga akan semakin banyak. Apalagi bisa dibilang, bisnis ini tanpa modal
“Saya mulai bisnis ini tahun 2016 tanpa modal,” pungkasnya.
Meski banyak kompetitor, perusahaannya memiliki banyak kelebihan. Salah satunya kerja sama yang terjalin dengan berbagai platform media sosial.