Kartini Milenial, Berjuang Untuk Masyarakat Tanpa Meninggalkan Kodratnya

SEMARANG (Awal.id) – Semangat dan perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita masih relevan untuk diterapkan para Kartini Milenial. Derasnya arus globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi, menjadikan wanita lebih maju dan bisa sejajar dengan kaum pria, tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai konco wingking (pendamping suami) dalam mengurusi rumah tangga.
Demikian intisari dari bincang asyik bersama dua orang nara sumber, Ketua Umum Srikandi Lindu Aji Jawa Tengah Martha Ubaidillah dan Ketua Perempuan Berkebaya Semarang (PBS) Emmaculata, pada acara Inspirasi yang ditayangkan secara langsung dari Studio Awal.id lewat kanal Youtube Awal Media Nusantara, Rabu (21/4) siang.
Acara Inspirasi yang mengusung tema ”Peran Kartini Milenial Di Masa Pandemi” ini dipandu oleh Rudy Bonsa.
Menurut Emma, sapaan akrab Emmaculata, sosok RA Kartini merupakan perempuan yang sangat kuat. Bahkan, pemikiran Kartini yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” diakui Emma sangat menginspirasi dirinya untuk terjun di organiasi PBS.
“Kartini menginspirasi saya untuk maju, lebih energik, aktif tanpa meninggalkan urusan rumah tangga, tanpa meninggalkan kodrat wanita sebagai pendamping suami,” kata Emma.
Demikian pula halnya dengan Martha. Emansipasi yang digaungkan RA Kartini telah memberi semangat kaum Kartini Milenial untuk menyejajarkan dengan pria. Kartini Milenial tidak cuma menjadi pendamping suami dan mengurusi keperluan rumah tangga saja, namun sekarang mereka bisa menjadi pemimpin di pemerintah atau organisasi yang sebelumnya didominasi kaum pria.
Budaya Leluhur
Menyinggung alasan Emma untuk bersedia menjadi ketua PBS, dia mengaku kebaya merupakan pakaian tradisional era RA Kartini yang menjadi budaya lelehur warisan nenek moyang, sehingga perlu dijaga kelestariannya. PBS ini merupakan komunitas untuk melestarikan budaya, terutama berkebaya.

Rudy Bonsa memandu Ketua Perempuan Berkebaya Semarang (PBS) Emmaculata (tengah) dan Ketua Umum Srikandi Lindu Aji Jawa Tengah Martha Ubaidillah (kiri) pada acara Inspirasi di Studio Awal.id, Rabu (21/4).
Menurut Emma, kebaya bukan merupakan pakaian kuno atau ketinggalan jaman seperti anggapan sebagian masyarakat. Justru sebaliknya, kebaya merupakan identitas diri masyarakat Indonesia yang wajib didengungkan ke negara lain.
Emma mengaku dalam mempromosikan dan melestarikan kebaya yang menjadi warisan leluhur banyak mendapat tantangan dari wanita jaman sekarang.
“Saya pernah diketawai ketika menjadi Ketua PBS dan mempromosikan kepada masyarakat untuk mencintai kebaya. Tapi, saya maju saja. Dan, ternyata ejekan itu lambat hilang dan berganti dengan makin maraknya kaum Kartini Milenial menggunakan kebaya pada setiap acaranya.
Emma menambahkan, kebaya yang dulu dianggap kuno dan ribet pemakaian, kini oleh kelompok ibu-ibu anggota PBS telah diolah dan dipoles sedemikian rupa, sehingga kesan kuno dan ribet tidak ada sama sekali.
“Sekarang model-model kebaya sangat banyak. Bahkan, ada kain kebaya yang bahannya terbuat dari kaos. Dalam waktu dua menit, pemakai langsung ready karena sangking praktisnya. Sekarang perempuan milenial jangan malu untuk berkebaya,” ajak Emma.
Sementara Martha mengaku pendirian Srikandi Lindu Aji Jawa Tengah dilandasi dengan keinginan para wanita untuk berperan aktif dalam bidang sosial. Melalui wadah organisasi khusus wanita ini, Martha mengajak Kartini-kartini Milenial untuk bergerak bersama guna membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan/bantuan dari sesama.
Martha mengatakan sejumlah kegiatan yang melibatkan kaum hawa telah dilakukan Srikandi Lindu Aji , seperti melakukan olahraga senam dan bantuan sosial. Pada saat Kota Semarang dilanda banjir baru lalu, Srikandi Lindu Aji Jawa Tengah langsung terjun ke lapangan sekadar memberi bantuan kepada warga terdampak banjir.
“Kami ini keberadaan Srikandi Lindu Aji bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Silakah gabung dengan Srikandi Lindu. Mari lakukan kegiatan sosial untuk membantu masyakarat. (*)