Masjid Menara Jadi Tujuan Wisata Reliji, Peninggalan Sunan Kudus yang Gabungkan Arsitektur Jawa, Hindu, dan Islam
KUDUS (Awal.id) – Masjid Menara Kudus menjadi tempat wisata reliji yang bisa membuat setiap pengunjung takjub karena konstruksinya yang unik dan berbeda dengan bangunan masjid pada umumnya.
Masjid Menara Kudus dibuat dari tumpukan batu bata yang beratap kayu dengan bentuk limas segi empat. Di tempat ini, wisatawan bisa melakukan wisata reliji dengan berziarah di makam Sunan Kudus yang sakral.
Berlokasi di Jalan Menara, Pejaten, Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, tepatnya di depan Masjid Al-Alqsha. Keindahan dan sejarahnya menjadikan Masjid Menara Kudus sebagai salah satu tempat wisata di Kota Kudus yang menarik untuk dikunjungi.
Setiap hari, masjid ini dkunjungi ratusan hingga ribuan perziarah. Selain datang dari wilayah Kudus sendiri, mereka juga banyak yang datang dari luar kota, bahkan luar provinsi.
Kudus memang dikenal sebagai Kota Santri, di samping julukan lain yaitu Kota Kretek karena banyaknya industri atau perusahaan rokok. Sebagai Kota Santri, di wilayah Kudus bertebaran pondok pesantren, baik tradisional maupun modern.
Arsitektur Gabungan
Kawasan Masjid Menara menjadi salah satu tujuan wisata reliji di Kabupaten Kudus. Banyak kisah menarik dari keberadaan masjid ini, sehingga pengunjung atau peziarah merasa puas setelah datang langsung ke masjid ini.
Menara Masjid Kudus memiliki arsitektur unik, yaitu menggabungkan arsitektur Jawa – Hindu – Islam. Menara ini terbuat dari merah batu bata dengan ketinggian sekitar 17 meter.
Masjid Kudus dibangun pada tahun 1685 oleh Syeh Jafar Shodiq (Sunan Kudus). Dalam kalender Islam, seperti yang ditulis dalam bahasa Arab pada batu yang terletak di salah satu dari bidang masjid, Masjid Kudus dibangun pada Masjid 956 H.
Masjid Menara Kudus adalah salah satu peninggalan dari Ja’far Shodiq atau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Al-Aqsa atau Masjid Al-Manar.
Sunan Kudus adalah putera dari Raden Usman Haji atau Sunan Ngundung. Sunan Kudus merupakan salah satu dari sembilan wali (Wali Songo) yang menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa. Sesuai dengannamanya, Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di wilayah Kudus.
Salah satu yang menarik dari Masjid Menara Kudus ini adalah bentuk menaranya yang mirip dengan candi. Menurut beberapa pengamat, menara yang terdapat pada masjid ini mirip dengan Candi Jago.
Mitos Kalacakra
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, Masjid Menara Kudus memiliki gerbang dengan mitos kekuatan yang mampu meruntuhkan kekuasaan pejabat.
Konon, Ja’far Shodiq atau Sunan Kudus sebagai pendiri masjid memasang rajah yang dikenal dengan nama Kalacakra atau Kolocokro. Diyakini, bila pejabat level tinggi melewati pintu tersebut maka jabatannya akan lengser.
Awal mula dipasang Rajah Kolocokro oleh Sunan Kudus sebagai upayanya memediasi konflik pewaris Dinasti Kerajaan Demak. Sunan juga ingin menghindarkan Panti Kudus (sebutan untuk pesantren yang diasuh oleh Sunan Kudus), dari tarik-menarik pengaruh politik.
Pasca-wafatnya Pati Yunus, sultan kedua Kesultanan Bintoro Demak, penerus tahta berikutnya yakni Sultan Trenggono, tidak didukung sepenuhnya oleh kalangan internal sehingga terus terjadi gejolak.
Pelaku konflik di Kerajaan Demak saat itu adalah Sultan Hadiwijaya dengan Haryo Penangsang. Pada situasi perseteruan panas itulah kedua pihak menemui Sunan Kudus untuk meminta nasihat. Sang Sunan menghendaki semua dikembalikan pada titik nol. Semua harus menanggalkan posisi politik, jabatan ataupun kekuasaannya.
Sunan Kudus memasang Rajah Kolocokro untuk menihilkan semua kekuatan, kedigdayaan, dan kekuasaan bagi pihak yang berkonflik bila melewati pintu rajah. Haryo Penangsang yang datang ke Sunan Kudus melewati pintu rajah sehingga jabatannya lengser. Sementara Hadiwijaya melewati jalan yang lainnya.
Dalam tafsir lain, pesan Sunan Kudus memasang rajah adalah siapapun yang datang ke Menara Kudus untuk menanggalkan kepentingan duniawi, terutama jabatan dan kekuasaan.
Hingga saat ini, cerita itu masih terus berkembang, dilestarikan dan dikukuhkan. Banyak pejabat dan politisi yang kemudian tidak mau ambil risiko setelah datang ke Masjid Menara Kudus karena akan kehilangan pengaruh dan kekuasaannya. Apalagi mereka juga tidak tahu di pintu yang mana dulu Sunan Kudus memasang doa saktinya.
Nilai Multikulturalisme
Masjid Menara Kudus adalah simbol dari pengalaman ratusan tahun masyarakat Kudus mengakomodasi nilai multikulturalisme etnisitas dan keagamaan.
Dari segi arsitektur, Masjid Menara Kudus yang merupakan masjid tertua di Jawa ini berbentuk candi sebagai bentuk penghormatan pada kebudayaan Budha yang pernah hidup di Kudus.
Ornamen Masjid Menara Kudus sangat unik, merepresentasikan multikulturalisme yang kuat, di antaranya memperlihatkan kebudayaan Islam, Tiongkok, Hindu, dan Budha. Bentuk yang paling unik adalah delapan pancuran wudhu yang dihiasi arca.
Pemilihan arsitekur ini mengikuti keyakinan Budha bahwa terdapat delapan jalan kebenaran yang bisa diikuti manusia. Selain itu, di depan Masjid Menara Kudus, sampai saat ini masih bisa ditemui klenteng masih aktif dan masih digunakan untuk beribadah. (adv)