Dialog Kebudayaan : Awalnya Ingin Kembalikan Aloon-aloon yang Hilang Malah Jadi Episentrum Baru

Dari kiri ke kanan, Walikota Semarang Hendrar Prihadi, host Drs Jayanto Arus Adi MM, dan M Agung Ridho dari komunitas Satu Pena Jateng, dalam Dialog Kebudayaan bertopik Kembalinya Aloon Aloon Semarang, di Gedung Oudertrap, kota lama Semarang, Selasa 24/5.

SEMARANG (Awal.id) – Awalnya ingin mengembalikan peninggalan bersejarah yang sempat hilang, malah menjadi episentrum (pusat daya tarik) baru bagi berkumpulnya warga di ruang terbuka hijau.

Pun, keberadaannya mampu mempercantik kawasan sehingga terlihat bersih, rapi dan indah serta terang di malam hari, sehingga menggelitik orang untuk berkunjuing dan beraktivitas refreshing disana.

Itulah salah satu poin yang mengemuka dalam Dialog Kebudayaan yang digelar oleh komunitas Satu Pena Jawa Tengah, dengan tema Kembalinya Aloon-Aloon Semarang.

Dialog yang dihelat oleh komunitas penulis ini bertempat di Gedung Oudertrap Kota Lama Semarang, Selasa (24/5),  menghadirkan pembicara utama Walikota Semarang Hendrar Prihadi SE MM, serta pembicara lain Ketua Satu Pena Pusat Denny JA, pakar planologi Agung Ridho, Penasihat Satu Pena Jateng Prof Ir Sri Puryono, dihadiri Ketua Satu Pena Jateng Gunoto Saparie, Ketua Ikatan Alumni Unnes DR Drs Budiyanto SH MHum, serta sejumlah pegiat kebudayaan, birokrat, mahasiswa, dan masyarakat umum, , dikemas dengan format podcast. Bertindak selaku host, anggota Dewan Pertimbangan Unnes yang juga pengurus Satu Pena Jawa Tengah, Drs Jayanto Arus Adi MM.

Hendi, sapaan akrab Walikota Semarang menyebut, mengembalikan keberadaan Alun alun Kota Semarang yang sempat berubah menjadi Pasar Yaik, merupakan bagian dari merevitalisasi peninggalan bersejarah di  Kota Semarang, termasuk kawasan kota lama dan sekitarnya.

Baca Juga:  Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, 22 Eks Napiter Ikut Upacara HUT Kemerdekaan RI ke 77

Bermula dari kawasan kota lama, awalnya menerima keluhan soal kondisi slum (kumuh) di kawasan kota lama Semarang. Hendi kemudian menggagas revitalisasi kota lama sejak 2017. Berbagai upaya baik penganggaran maupun menghubungi pemilik bangunan yang ma yoritas adalah perorangan dan swasta, ternyata mencuat keluhan bahwa kawasan tersebut kumuh,  gelap, dan acap menjadi sarang prostitusi.

Upayapun berhasil sehingga menjadikan kota lama kini menjadi magnet wisata baru di Kota Semarang, yang bahkan tingkat kunjungan wisatawan pada musim lebaran 2022 kemarin tak kalah dengan jumlah wisatawan Candi Borobudur.

Tak cukup menata kawasan kota lama, Pemkot kemudian berupaya mengembalikan alun-alun sebagai peninggalan sejarah yang sempat hilang dan berubah menjadi Pasar Yaik, dan berhasil menata kembali peninggalan sejarah Aloon-aloon Kota Semarang sebagai kawasan cantik dilengkapi Masjid Agung Kauman Kota Semarang, sehingga menarik bagi warga untuk berekreasi di tempat tersebut.

‘’Nawaitunya adalah gimana caranya mengaktifkan kembali peninggalan sejarah yang sempat hilang, kalau toh kemudian bisa menjadi daya tarik dan mampu menjadi episentrum dan kegiatan pariwisata, itu Alhamduliiullah,’’ kata Hendi.

Mengembalikan Alun-alun Kota Semarang menurut Hendi adalah PR terberat. Karena tahun 1965 kawasan alun alun ini diserahkan kepada pihak ketiga, maka malah dikapling-kapling dan dipetak-petak sehingga akhirnya berdiri los, kios, dan menjadi pasar yang dikenal dengan Pasar Yaik.

Baca Juga:  Komit Atasi Stunting, Wali Kota Semarang Integrasikan Rumah Pelita dengan Rumah Sigap

‘’Sehingga akhirnya Bung Karno (Presiden Soekarno) mengusulkan alun alun baru di Simpanglima. Nah sekrang kita berusaha mengembalikan alun alun, dan sekarang sudah kembali menjadi tetenger Kota Semarnag dan Alhamdulilah menjadi ramai,’’ tutur Hendi.

Ketua Satu Pena Indonesia, Denny JA yang hadir secara virtual menyampaikan, sejarahnya alun-alun di negara-negara di dunia, merupakan tempat berkumpulnya warga di ruang terbuka untuk saling berkomunikasi, beraktivitas santai, melepas kerinduan untuk bertemu dengan teman, mencari hiburan di tempat terbuka yang sehat. Dia mencontohkan sejumlah alun-alun bersejarah di negara-negara Eropa, sampai Times Square di New York yang menjadi magnet bagi jutaan manusia untuk datang berkunjung setiap harinya.

Pakar planologi Agung Ridho menyebut, mengembalikan Alun alun Kota Semarang merupakan bagian dari simpul Kota Semarang untuk membuka ruang terbuka hijau yang terpadu dengan lingkunghan sekitarnya seperti kota lama, Pasar Johar,  Kanjengan, Kauman.

‘’Kawasan lindung dan hijau termasuk koridor sungai jangan ada yang menjadi kawasan kumuh lagi,’’ kata dia.

Baca Juga:  Siapkan Dana BTT Rp 114 Juta, Pemkot Semarang Tak Ingin Warga Kesulitan Akses Air Bersih

Penasihat Satu Pena Jateng,Prof Ir Sri Puryono mengungkapkan,mengembalikan fungsi Alun-alun Kota Semarang dan menata kota lama adalah bagian dari kejelian dan perjuangan Walikota Semarang Hendrar Prihadi yang lebih mengedepankan bekerja dan berjuang dengan tipe sosoknya yang low profile.  ‘’Tidak terlalu agresif di medsos, tetapi yang penting bekerja dengan baik dan nyata hasilnya, Kota Semarang menjadi benar-benar hebat, termasuk menata kota lama dan mengembalikan kawasan alun-alun ini,’’ kata dia.

Meski demikian Hendi justru mengingatkan, kalau mengembalikan alun-alun Kota Semarang hanya membuat jlegernya Kota Semarang tanpa ada daya tariknya, maka hanya akan bertahan satu dua tahun, setelah itu sepi kembali.

‘’Maka kita koordinasi dengan para stakeholder termasuk dengan Takmir Masjid Agung Kota Semarang, ayo diisi. Dulu shalat Id shofnya sampai alun alun. Maka dengan dialog ini yuk kita adakan kembali shalat Id nya shof nya bisa sampai ke alun-alun lagi. Juga kini di alun-alun ada senam pagi, baszar Ramadan. Dengan demikian Inilah sebenarnya tujuan kita untuk mengembalikan peninggalan sejarah, kita ingin mengembalikan memori masyakat Semarang tentang tempat peninggalan yang kini menjadi lebih menarik lagi,’’ papar Hendi. (*)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *