Pembangunan Gerbang Candi Borobudur Harus Sesuai Standar UNESCO, Begini Penjelasan Ditjenbud Hilmar Farid

MAGELANG (Awal.id) – Pembangunan gerbang menuju Candi Borobudur harus memenuhi heritage impact assessments (HIAs) atau penilaian dampak warisan. Adanya standar pembangunan itu sebagai konsekuensi dari dampak penetapan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) yang mana Candi Borobudur ditetapkan sebagai situs warisan dunia.
Penegasan ini disampaikan Ditjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid Setiadi, di Magelang, baru-baru ini.
Hilmar menjelaskan Candi Borobudur ini dimasukkan UNESCO sebagai situs warisan dunia, sehingga organisasi pendidikan dunia itu menetapkan sederet ketentuan.
Salah satunya, lanjut dia, yaitu segala pembangunan yang mempunyai otensi berdampak pada keaslian situs warisan dunia harus diikuti.
“Jadi bukan izin. UNESCO tidak punya yurisprudensi hukum di Indonesia. Kita berdaulat, jadi kita yang menentukan apa yang mau dilakukan. Tetapi karena ini situs warisan dunia, maka kita punya tanggung jawab internasional untuk memastikan keutuhan dan keasliannya,” katanya.
Untuk memastikan keutuhan dan keaslian Candi Borobudur, menurut Hilmar, apa pun yang akan dibangun itu harus memperhatikan pada dampak pada keutuhan dan keaslian situs warisan budaya, sehingga Indonesia perlu melengkapi dengan HIAs.
Hilmar memaparkan proses pembangunan Borobudur sekarang ini baru memeriksa DED (Detail Engenering Design). “Jadi desain yang sudah detail. Apa yang mau dibangun, berapa luas, tinggi, ornamen dan seterusnya,” ujar Hilmar.
Dari hasil rapat bersama dengan para eselon I, lanjut dia, disepakati dalam jangka waktu satu minggu gambar DED harus sudah lengkap, termasuk HIAs.
“Jika dokumen sudah lengkap, kami akan mengirimkan ke UNESCO. Oleh UNESCO, pemeriksaan dokumen akan dilakukan sebuah organisasi namanya International Council of Monuments (Icomos). Hasil pemeriksaan nanti akan diputuskan, apakah pembangunan itu bisa diteruskan atau tidak, apakah mengancam keutuhan, keaslian atau tidak,” ujarnya.
Menurut Hilmar, gerbang Palbapang masuk dalam bahasan HIAs, sedangkan tiga gerbang yang lain tidak dibahas, karena ada di luar area yang ditetapkan sebagai area warisan.
Seperti diketahui, pemerintah akan membangun empat gerbang masuk menuju Candi Borobudur, yakni di Blondo sebagai penanda pintu masuk wisatawan dari arah Semarang.
Kemudian gerbang di Salaman untuk pintu masuk pengunjung menuju Candi Borobudur dari arah Purworejo.
Selanjutnya gerbang Samudera Raksa yang sudah jadi di Klangon, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, sebagai penanda masuknya pengunjung dari Kulon Progo dan satu lagi gerbang di Palbapang, Kecamatan Mungkid.
Soal keindahan gapura, menurut dia, bisa diskusikan, tetapi yang paling penting pembangunan itu tidak mengganggu culture landscape budaya Borobudur.
“Tinggi gapura tidak boleh mengganggu bentang pandang. Maksudnya kalau kita dari atas Borobudur, seluruh gunung yang ada di sekitarnya tidak boleh tertutup. Jadi tidak diperkenankan bangunan bertingkat tinggi yang kemudian menghalangi penglihatan,” katanya. (*)