Jack Harun, Anak Buah Nordin M Top yang Ahli Meracik Bom, Kini Beralih Meracik Soto di Karanganyar

Gubernur Ganjar Pranowo dan istri menyempatkan mampir di warung soto "Bang Jack" di Karanganyar milik Joko Trihermanto atau Jack Harun, seorang mantan teroris
Gubernur Ganjar Pranowo dan istri menyempatkan mampir di warung soto "Bang Jack" di Karanganyar milik Joko Trihermanto atau Jack Harun, seorang mantan teroris

KARANGANYAR (Awal.id) – Mantan anak buah Doktor Azhari dan Noordin M Top kini bertebaran di mana-mana. Namun keberadaan dan aktivitas mereka tidak lagi meracik bom. Mereka telah berbaur dengan masyarakat, kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan memilih jalan hidup dengan berbisnis. Ada yang jadi peternak lele, ada juga yang membuka warung.

Salah satunya adalah pemilik warung soto di Kabupaten Karanganyar. Namanya Joko Trihermanto atau lebih dikenal dengan sebutan Jack Harun (45). Sosoknya dulu dikenal sebagai ahli merakit bom teroris dan spesialis pemegang “timer” bom.

Jack Harun yang memiliki enam anak itu, kini fokus dengan bisnis warung sotonya yang diberi nama warung soto “Bang Jack”, berlokasi di Gang Kurma VI, Tangkil Baru, Manang, Kecamatan Grogol, Karanganyar.

“Dulu saya memang ahli meracik bom hasil belajar langsung dari Doktor Azhari, eh ternyata keahlian saya meracik itu bisa saya pakai juga untuk meracik soto. Kata pengunjung yang beli sih enak,” kata Jack dengan nada bercanda kepada Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Baca Juga:  Kejagung Periksa Kepala Sub Direktorat Penindakan Ditjen Bea Cukai terkait Korupsi Impor Besi Baja

Minggu (14/3) pagi sekitar pukul 09.00, Jack memang kedatangan pembeli spesial, yaitu Gubernur Ganjar Pranowo dan sang istri, Siti Atikoh. Ganjar bersepeda dari Tawangmangu ke warung soto yang beratapkan “besi seng” tersebut.

“Warung ini sudah 5 tahun. Saya memang suka kuliner, ketika keluar tahanan saya pernah kerja di restoran dan pernah punya angkringan,” kata eks narapidana teroris yang saat itu divonis 6 tahun dan keluar pada tahun 2008.

Peramu Bom Bali 1

Jack Harun yang mengaku lulusan S1 Fakultas Pendidikan Universitas 11 Maret Solo (UNS) itu menceritakan, dulu dirinya aktif dalam terorisme sejak tahun 1999 di Poso dan Ambon. Kemudian Tahun 2002 sebagai timer dan peramu bom Bali 1. Jack seringkali mendapat peran sebagai pelaku yang memutuskan kapan waktunya bom diledakkan atau disebutnya dengan istilah “timer”.

Baca Juga:  Hati - Hati Overwork Bisa Sebabkan Gagal Jantung

Jack Harun juga pernah terlihat melakukan perampokan bersama Nordin M Top di sebuah perusahaan di Malang.

“Tapi sekarang saya sudah bertekat kembali ke pangkuan pertiwi dan berbaur dengan masyarakat. Warung soto ini salah satu caranya. Di warung ini pernah ada beberapa eks napiter yang bekerja di sini secara bergantian,” ujar bapak dari 6 anak ini.

Ternyata tidak semua pekerja Jack adalah eks napiter. Satu di antaranya seorang remaja non-muslim. “Tapi dia (pekerja non-muslim) sedang libur, karena ibadah ke gereja,” ungkap pria kelahiran Kulonprogo, 1 Desember 1976 ini.

Warung soto yang terdapat 10 meja dan 20 bangku ini buka mulai pukul 05.30 dan tutup pukul 10.30. Sekali dalam sebulan, yaitu pada Jumat pertama, Jack menggratiskan seluruh dagangannya untuk masyarakat.

“Namanya Jumat Barokah, semua penggunjung gratis makan di sini. Dengan mengadakan seperti ini, setidaknya setiap bulan ada orang yang ngangeni saya,” kata Jack seraya tertawa.

Baca Juga:  Lewat Kurban, Berharap Ada Nilai Solidaritas yang Bisa Diteladani

Jack yang memakai kopiah, kaos, dan celana cingkrang serta bersepatu kulit pada pagi itu menyambut Ganjar dengan ramah.

Ganjar yang mendengar cerita tersebut pun mengapreasi cara Jack Harun. Menurut Ganjar, Jack Harun tidak sulit diterima kembali oleh masyarakat karena ada niat dari yang bersangkutan.

“Ini adalah cara reintegrasi sosial yang menarik. Selain berwirausaha bikin warung soto yang menurut saya ueenakk ini, Mas Jack juga sering memberikan edukasi terhadap anak-anak muda tentang bahaya terorisme dan radikalisme,” kata Ganjar.

Ganjar menambahkan, pemerintah akan memberikan dukungan lewat program-program bagi eks napiter supaya dapat diterima baik oleh masyarakat.

“Kalau mereka (eks napiter- red) bekerja sesuai passion-nya, itu enak karena pemerintah tinggal memberikan kebutuhannya apa saja. Tapi kalau mereka belum punya ketrampilan, maka kami perlu memberikan pelatihan dulu,” terang Ganjar. (is)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *