Vonis 16 Tahun Pengadilan Militer dalam Perkara Korupsi Dana TWP AD, Ketut: Bukti Tidak Ada Perbedaan Perlakuan Militer dan Sipil

JAKARTA (Awal.id) – Majelis Hakim Koneksitas Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta telah menjatuhkan hukuman penjara selama 16 tahun kepada para terdakwa korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) tahun 2013 – 2020.
Hakim pada ama putusannya menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Selain pidana pokok, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa denda serta uang pengganti sesuai nilai yang dikorupsi oleh masing-masing terdakwa.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Koneksitas Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana mengatakan hukum militer dibina serta dikembangkan untuk kepentingan pertahanan negara. Oleh karena itu, proses penegakan hukum terhadap oknum prajurit yang melakukan tindak pidana, tidaklah semata-mata hanya untuk menjatuhkan sanksi pidana pemenjaraan.
“Penjatuhkan pidana pada perkara koneksitas lebih dari itu. Pidana juga harus mempertimbangkan asas kemanfaatannya yang ditinjau dari aspek kepentingan pertahanan negara, keadilan bagi prajurit dan masyarakat, juga kepastian hukum baik secara formil maupun materiil,” kata Ketut dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Menurut Ketut, Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang oleh Undang-undang diberi wewenang selaku atasan, sehingga berhak menghukum dan penyerahkan perkara berulang kali dengan penekanan bahwa proses hukum perkara korupsi dana TWP AD ini harus dapat mengembalikan kerugian kepada prajurit, khususnya TNI AD.
Atas dasar tersebut, Ketut menilai Majelis Hakim Koneksitas di dalam putusannya juga menetapkan semua barang bukti berupa aset tanah, bangunan, dan lain-lain dinyatakan dirampas untuk negara cq TNI AD untuk kepentingan kesejahteraan prajurit.
Dari putusan Majelis Hakim tersebut, menurut Kapuspenkum, menunjukkan dengan jelas bahwa tidak terdapat perbedaan dalam menjatuhkan pidana pokok, baik terhadap terpidana militer maupun terpidana sipil.
“Hal ini menunjukkan bahwa peradilan militer dewasa ini sangatlah menjunjung tinggi asas equality before the law, yaitu persamaan di depan hukum dalam penegakan hukum korupsi yang disidangkan secara koneksitas,” katanya.
Ketut menambahkan melalui mekanisme penanganan perkara secara koneksitas ini, menunjukkan bahwa upaya pengembalian aset hasil korupsi dapat dilakukan secara maksimal melalui mekanisme hukum acara didukung kerja sama yang baik antara Jaksa, Oditur, dan Penyidik Polisi Militer yang tergabung dalam Tim Penyidik Koneksitas.
Dia juga menyebut peran publikasi media yang memberitakan proses hukum perkara korupsi dana TWP AD ini juga semakin penting untuk memberikan gambaran bahwa reformasi hukum militer, khususnya dalam mekanisme peradilan militer, sudah berjalan semakin baik dan terbuka sebagai wujud transparansi penegak hukum di lingkungan TNI. (is)