Usai Ditangkap Tim Tabur, Kejati Jateng Tetapkan AS Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah Yayasan Angkasa Pura I
SEMARANG (Awal.id) – AS, saksi buron kasus korupsi pengadaan tanah di Desa Bapansari, akhirnya ditingkatkan statusnya menjadi tersangka. Penetapan tersangka dilakukan Kejati Jateng seusai AS ditangkap Tim Tangkap Buronan (Tabur) Gabungan Kejaksaan Agung dan Kejati Jateng, Rabu (22/6) pukul 18.36 WIB.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng Sumurung Pandapotan Simaremare mengatakan penetapan tersangka AS berdasarkan surat nomor : B – 2138/M.3/Fd.2/06/2022.
“Sebelumnya AS merupakan saksi dalam tahap penyidikan terkait Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah seluas 25 (dua puluh lima) hektar di Desa Bapangsari, Kecamatan Begelan Kabupaten Purworejo oleh Yayasan Kesejahteraan Karyawan Angkasa Pura I (YKKAP I) pada Badan Usaha Milik Negara PT Angkasa Pura I,” kata Sumurung Pandapotan Simaremare didampingi Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Leo Jimmy Agustinus, dan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jateng Bambang Tedjo P, di Kantor Kejaksaan Tinggi Jateng, Semarang, Kamis (23/6).
Menurut Simaremare, AS diamankan karena ketika dipanggil oleh Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebanyak tiga kali secara patut, yang bersangkutan tidak berniat baik memenuhi panggilan tersebut, sehingga dia dinilai menghalangi proses penyidikan.
Pada kasus tersebut, lanjutnya, AS merupakan pelaku dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 23 miliar tersebut.
Kronologis Perkara
Soal kronoligis kasus yang merugikan keuangan negara tersebut, Simaremare menjelaskan pada tahun 2016 YAKKAP I mengadakan pengadaan tanah (land banking) dengan biaya sekitar Rp 23 miliar.
Awal 2016, lanjut dia, pengurus YAKKAP I menganggarkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) untuk pengadaan tanah di daerah Banjarmasin dan Bogor.
Kemudian pada pertengahan tahun 2016, dilakukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan pengadaan tanah tersebut dialihkan menjadi pengadaan tanah di Kulon Progo dekat bandara baru Yogyakarta sekitar 10 hektare.
Saat pengurus/panitia melakukan survei lapangan, sambungnya, mereka bertemu dengan AY dan AS (broker/makelar). Lantaran harga tanah di Kulon Progo sudah mahal, AY dan AS lalu menawarkan tanah di Desa Bapangsari, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo.
Selanjutnya AS bertemu dengan Pengurus YAKKAP I dan disepakati harga tanah di Desa Bapangsari, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo sebesar Rp 200.000/m2 dengan luas 10 Ha, dan kemudian ada penambahan 15 Ha.
Dalam proses pengadaan tanah tersebut, kata dia, YAKKAP I langsung melakukan negosiasi harga dengan AS, tanpa melakukan negosiasi harga dengan pihak para pemilik tanah.
“Dalam jual beli itu YAKKAP I telah melakukan pembayaran 40% dari harga tanah 25 Ha dengan harga Rp 200 ribu/m2. Dari harga total Rp 50 miliar, baru terbayar Rp 23 milliar,” papar Simaremare.
Namun pada perkembangannya, ujar Simaremare, setelah pembayaran 40% tersebut, tanah yang dijual oleh AS tersebut lokasi/letak dan alas haknya tidak jelas, sehingga sampai saat ini YAKKAP I selaku pengguna tanah yang membayar tidak dapat menguasai tanah, padahal sudah membayar Rp 23 miliar. Akibatnya terjadi kerugian negara dengan jumlah kerugian sebesar Rp 23 miliar.
Atas tindak pidana yang dilakukan tersangka AS, Kejati Jateng akan menjeratnya atas pelanggaran pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu, Kejati Jateng juga yang membidik tersangka atas pelanggaran pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (is)