Perkara Penyerobotan Tanah, Yayasan THHK Ditolak PN Semarang Ikut Mediasi
SEMARANG (Awal.id) – Yayasan Tunas Harum Harapan Kita (THHK) mendatangi Pengadilan Negeri Kota Semarang untuk melakukan mediasi terkait sengketa tanah, Rabu (15/6).
Mediasi ini untuk menindaklanjuti surat dari Pengadilan Negeri Nomor W12.UI/73/Pdt.04.01/6/2022 tertanggal 10 Juni 2022 Semarang tentang eksekusi dugaan penyerobotan tanah dan bangunan di Jalan Gang Tengah No 73 Semarang yang dilakukan oleh Perkumpulan Siang Boe.
Melalui Kuasa Hukum THHK, Mustain SH menjelaskan kedatangannya ke PN Semarang ini sesuai dengan jadwal koordinasi pelaksanaan dari eksekusi tersebut. Pada kesempatan itu, pihaknya akan menyampaikan pendapat seputarkan eksekusi dan sengketa tanah di di Jalan Gang Tengah No 73 Semarang.
“Saat ini kami kan masih menyelesaika perkara di tingkat banding. Kami minta tolong agar objek sengketa jangan dieksekusi dahulu. Apalagi, kami memiliki akta banding dan surat-surat juga masih berjalan. Namun saat datang ke PN Semarang, kami malah ditolak. Pengadilan berdalih kami mereka tidak diundang pada proses mediasi tersebut,” ungkap Mustain di depan para awak media.
Apabila eksekusi terus dilakukan, lanjutnya, pihak berencana akan membawa hukum yang lebih tinggi. Kalau perlu, kami akan membawa perkara ini ke Komisi Yudisial.
“Penyerobotan ini tidak direstui oleh THHK Semarang, karena mereka merasa tanah dan bangunan itu adalah milik mereka sejak zaman Belanda. Hal itu diperkuat dengan adanya surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan (BHP) Semarang yang menyatakan bahwa objek sengketa adalah tanah eigendom verponding milik Tionghoa Hwe Kwan. Eigendom verponding ini adalah salah satu status hukum pertanahan pada masa penjajahan Belanda,” bebernya.
Ketua Alumni THHK Semarang, Edy Boentoro menyatakan penyerobotan tanah dan bangunan ini sangat mengejutkan. Karena sejauh ini, dirinya secarin rutin telah membayar pajak atas objek sengketa. Soal penyerobatan objek sengketa ini, bahkan tanpa diketahui selaku pemilih yang sah.
“Kami tidak tahu menahu mengenai saat pengurusan dokumen-dokumen seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan surat ukur untuk mengurus sertifikat. Lalu juga pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), tapi tiba-tiba kok mereka sudah punya sertifikat. Itu membuat saya terkejut,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, selain hendak mediasi, pihaknya merasa tidak pernah menyerahkan tempat itu kepada Perkumpulan Siang Boe.
“Maksud kami memang ingin menyampaikan dengan baik-baik. Kami tidak mau jika ada masalah. Katanya mau ada perdamaian, tapi kami kok tidak diundang, hanya beberapa elemen yang diundang,” tutup Edy. (is)