Jaksa Agung Siap Beri Sanksi Jaksa yang ‘Kecolongan’ Tangani Kasus Korupsi

JAKARTA (Awal.id) – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan pihak akan menindak tegas jaksa yang ‘kecolongan’ dalam menangani kasus korupsi di wilayah kerjanya.
Penegasan ini disampaikan Jaksa Agung saat rapat kerja bersama dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Peringatan keras kepada seluruh jaksa di Indonesia itu merupakan jawaban Jaksa Agung atas pertanyaan salah satu anggota Komisi III DPR soal ihwal target kuantitas 5-3-1 dalam penanganan tindak pidana korupsi di daerah.
Formasi kuantitas 5-3-1 itu dijabarkan dalam rentang setahun, yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) harus menggarap lima kasus korupsi sampai penuntutan, Kejaksaan Negeri (Kejari) tiga kasus, dan Cabang Kejari (Cabjari) satu kasus.
Selain itu, penanganan kasus korupsi itu harus murni hasil penyelidikan dan penyidikan dari jajaran kejaksaan, bukan pelimpahan berkas perkara dari kepolisian.
“Sekarang sudah tidak ada lagi target 5-3-1. Kami tidak punya target 5-3-1 lagi. Kalau zaman dulu, kan ada 5-3-1. Sekarang tidak ada target,” kata Burhanuddin.
Kendati tidak ada target 5-3-1, Burhanuddin siap untuk mengusut tuntas kejahatan antiruah itu hingga ke meja hijau.
Jangan Berbohong
“Sekarang, tidak ada target, pak, tetapi saya harapkan teman-teman di daerah itu jangan berbohong. Saya katakan tidak ada daerah yang tidak ada korupsinya, tidak ada, pak,” ungkapnya.
Orang pertama di jajaran kejaksaan itu menegaskan jika ada jaksa yang kecolongan atau tidak menangani perkara korupsi, sementara kepolisian justru bisa mengungkap kasus korupsi, pihaknya tidak segan-segan untuk memberikan saksi/hukuman kepada mereka.
“Kalau dia (jaksa) tidak menangani perkara, kemudian mohon maaf instansi di samping atau yang dilakukan kepolisian ada menangani perkara dan kita (kejaksaan) tidak, berarti bodohlah jaksanya. Itu yang kami tindak,” katanya.
Dia meminta para jaksa agar tidak ‘tidur’ untuk terus berupaya mengungkap kasus korupsi di wilayahnya. “Tidak ada target kuantitas kasus yang harus ditangani oleh jajaran Kejati, Kejari, maupun Cabjari, bukan berarti jaksa malah ‘tidur’,” paparnya. (*)