Peran NU dalam Penguatan Keberagaman

Rofiul Khafidz Muthohar, Wakil Sekretaris PCNU
Rofiul Khafidz Muthohar, Wakil Sekretaris PCNU

PENGANTAR:

Nahdlatul Ulama (NU) atau “Kebangkitan Para Ulama” didirikan pada 31 Januari 1926 (1344–1444 H) di Kota Surabaya oleh KH Hasyim Asy’ari. Pada awalnya pendirian NU bertujuan untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan akidah Asy’ariyah dan fiqih Mazhab Syafi’i). Setelah seratus tahun atau satu abad sejak didirikan, kini NU menjelma menjadi Ormas keagamaan terbesar di Indonesia. Puncak peringatan Satu Abad NU akan berlangsung pada 7 Februari 2023 di Stadion Delta Sidoarjo, Jawa Timur.

Oleh: Rofiul Khafidz Muthohar

Wakil Sekretaris PCNU, DAI Kamtibmas Polrestabes Kota Semarang, Pengajar

SEMARANG (Awal.id) – Kebhinnekaan atau keberagaman, bagi bangsa ini adalah anugerah agung. Apalagi ketika harmoni ini tetap dijaga dan dirawat.

Baca Juga:  Guyonan Ganjar Saat Halal Bihalal Virtual, Mahasiswa Jepang Kena Prank Kaleng Isi Rengginang

Berbicara kiprah Nahdlatul Ulama (NU) di usia satu abad ini yang merupakan usia paripurna, tentu NU tidak diragukan lagi dalam terus menjaga kebangsaan Indonesia. Dan berbicara kebangsaan artinya berbicara keberagaman.

NU telah memiliki kontribusi besar dan tetap konsisten, istiqomah dalam terus mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Maka tidak heran tema besar yang diusung dalam menyongsong usia paripurna 100 tahun ini adalah “Merawat Jagat Membangun Peradaban”. NU hadir tidak saja merajut kemerdekaan tetapi juga merawat keberagaman.

Baca Juga:  Gempa Salatiga dan Ambarawa Termasuk Jenis Swarm, Begini Penjelasannya

Menurut saya, tiada organisasi yang seperti NU berkiprah sejak awal Indonesia lahir hingga kini. Ada 3 fase kiprah NU, yakni NU berperan sebelum kemerdekaan, memicu gejolak kemerdekaan, dan NU menjaga dan merawat kemerdekaan hingga kini.

Di negeri yang serba multi ini, multi-etnis, multi-ras, multi-agama, multi-budaya dan sebagainya, NU hadir laksana Rumah Teduh yang mengayomi dan memayungi dan meneduhkan semua sisi.

Sejak kelahiranya 1926 hingga sekarang, NU tidak pernah lepas dari garis khittah Nahdliyah yang fokus pada perawatan dan penjagaan kebhinekaan, kemajemukan dan penyebaran ajaran Aswaja-nya (Ahlussunnah Wal Jamaah An Nahdliyah) dengan karakter khasnya mengedapankan:

Baca Juga:  Kunjungi Vatikan, PWKI Beri Hadiah Istimewa dan Khusus untuk Paus Fransiskus

Tasamuh (toleransi atau menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama, namun juga bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakininya).

* Tawassuth (sikap pertengahan, sedang sedang tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan).

* Tawazun ( seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan dalil Aqli maupun dalil Naqli) dan Al i’tidal ( tegak lurus). (*)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *