Damalung Blueprint Rindukan Prasasti Bisa Kembali ke Indonesia

SEMARANG (Awal.id) – Tridhatu, kelompok eksperimen bunyi dari Kota Semarang mendambakan bisa kembali berkreasi di Tajuk Damalung Blueprint. Kelompok yang dibentuk pada 2018 ini ingin menafsirkan kembali data arkeologi, filologi, antropologi, dan seni pertunjukan di Gunung Merbabu.

Data riset tersebut, kemudian disalin dan dibunyikan menjadi album musik bertajuk sama, serta dipertunjukkan di 8 titik lokasi mengikuti 8 arah mata angin bersama beberapa seniman.

Damalung adalah nama kuno Gunung Merbabu. Blueprint atau cetak biru secara harafiah adalah rencana yang terperinci, program tindakan, rencana program, rancangan yang dirumuskan.

Damalung sebagai penanda bahwa proyek kreatif ini berlatar pengetahuan di Gunung Merbabu, dan Blueprint adalah sebagai komitmen untuk keteguhan mencipta karya.

Gunung Merbabu pada masanya merupakan tempat berlangsungnya tradisi penulisan naskah atau skriptorium, yang dikenal dengan nama: Naskah Merapi-Merbabu.

Damalung Blueprint adalah project kreatif-inovatif berbasis pengetahuan yang terdapat di Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Hasil karya album musik, alat musik eksperimen, 8 lukisan, 2 setelan busana, buku program hasil riset, film dokumenter, yang dipamerkan dalam puncak acara pada 14-16 Januari 2023 di 1915 Arts Koffie Huis, Salatiga.

Baca Juga:  Gelar Peringatan HUT MKGR ke 63 di Taman Pahlawan, Ferry : Tetap Komitmen Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat Jateng

Kegiatan ini didukung dana abadi kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dalam program Dana Indonesiana 2022.

Riset Damalung Blueprint dikerjakan sejak bulan November 2022 dengan mengambil data di kawasan Merbabu, Perpustakaan Nasional dan studi etnografi di Pulau Bali. Salah satu data riset yang cukup penting adalah Prasasti Damalung atau Ngadoman yang berangka tahun 1371 Saka. Sejak tahun 1872, prasasti berbahan batu ini sudah dibawa ke Leiden, Belanda.

Prasasti ini adalah salah satu artefak tulis yang menunjukkan keberadaan gunung Merbabu sebagai Puja Mandala dan menempatkan gunung Damalung (nama kuno Merbabu) sebagai sumber kehidupan dan ilmu pengetahuan dengan memuja Sakti Siwa, Sri Śaraswati. Diyakini, prasasti ini ditemukan di wilayah Dusun Ngaduman, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Baca Juga:  Fakultas Teknik Unnes Sukses Gelar ‘’Enuphoria’

Tri Subekso yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Semarang berharap project Damalung Blueprint ini, selain menghasilkan karya seni, juga ikut mendorong kebijakan repatriasi peninggalan bersejarah yang ada di Belanda untuk dipulangkan ke Indonesia, salah satunya Prasasti Damalung.

“Bahwa Romo Kuntara Wiryamarta,S.J. (peneliti naskah Merapi-Merbabu), ketika mengunjungi Museum Volkenkunde di Leiden pernah berujar ke prasasti ini, Kapan kamu pulang?,” ujarnya.

Beberapa adegan yang menarik adalah ketika Tri Subekso menorehkan aksara Jawa Kuno yang bersumber dari skriptorium Merbabu ke tubuh para penari. Aksara bertuliskan “Damalung” ditorehkan pada penari perempuan bernama Septina Dwi, sedangkan ikon bergambar ikan yang berasal dari manuskrip Darmawarsa dilukiskan ke punggung Septa Anoraga. Pada bagian akhir, penari secara bersama-sama menulis aksara di media kertas berukuran besar.

Baca Juga:  Panggah Susanto: Partai Golkar Banyak Cetak Pemimpin Muda

Project Damalung Blueprint ini dipimpin oleh Tries Supardi sebagai Project Manager melibatkan Bonnie Triyana yang merupakan Pemimpin Redaksi Majalah Historia sebagai penulis catatan kuratorial, 4 Periset (Tri Subekso, Rendra Agusta, Akhriyadi Sofian, Dewi Wulansari), 4 Penyanyi dari Bali, Yogyakarta, Semarang (Putu Ayu Candra Dewi, Putri Lestari, Vajra Aoki, Openk Prabowo), 3 Pemusik dari Situbondo, Bali, Semarang (Ali Gardy, Komang Pasek Wijaya, Andi Meinl). 5 Penari dan Sanggar dari Kabupaten Semarang, Kendal, Semarang, Banjarnegara (Dewi Wulansari, Smara Kinanthi, Sanggar Nyi Pandansari, Chrysant Art Project, Titin Rasum), 3 Perupa dari Salatiga dan Semarang (Sabar Subadri, Bagus Panuntun, Popo Jimboyz).

Kemudian, Dalang Wayang Kulit (Ki Endy Wahyu Nugroho), Sineas Film Dokumenter dari Semarang dan Salatiga yang tergabung dalam Kkeane Films pimpinan Tatang A Riyadi, Stage Manager (Vikkir Rahman), Fashion Designer (Kidung Paramadita), Sound Designer dan Mixing-Mastering (Yanuar Gemby Kurniawan), Sound Engineer (Latif Karbala), Kru dari komunitas Karangjati Nyawiji. (is)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *