Uniknya Bangunan Lawang Sewu, Wisata Sejarah Peninggalan Penjajah

LAWANG SEWU. Sebagai bangunan kuno peninggalan Belanda, Lawang Sewu masih berdiri kokoh dan menjadi destinasi wisata unggulan Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang
LAWANG SEWU. Sebagai bangunan kuno peninggalan Belanda, Lawang Sewu masih berdiri kokoh dan menjadi destinasi wisata unggulan Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang

SEMARANG (Awal.id) – Berkunjung ke Kota Semarang? Pastikan Anda bisa singgah dan berwisata ke Lawang Sewu. Bangunan peninggalan Belanda yang tampak megah di pusat Kota Lunpia ini sangat ikonik dan sangat terkenal.

Para pelancong bisa menjumpai Lawang Sewu di kawasan bundaran Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah. Bangunan indah dan megah dengan dua menara kubah yang menjulang ini bisa membangkitkan jiwa petualangan bagi para pelancong yang ingin merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang menantang nyali.

DisebutLawang Sewu karena arsitekturnya menyertakan pintu dan jendela-jendela berukuran besar yang banyak jumlahnya. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu.

Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu. Dan bila pengunjung ingin menghitungnya dengan tepat, maka hanya terdapat ratusan daun pintu. Namun, jendela-jendela yang besar khas jendela bangunan Belanda bisa ditambahkan untuk menggenapi jumlah kekurangan daun pintu tadi. Banyaknya jumlah pintu dan jendela tak lepas dari iklim Indonesia yang tropis, untuk memperlancar sirkulasi udara.

Ya, secara harafiah, Lawang Sewu berarti seribu pintu, walau tidak tepat berjumlah seribu, akan tetapi untuk menggambarkan betapa banyaknya pintu yang ada di dalam bangunanLawang Sewu tersebut.

Lawang Sewu Semarang merupakan salah satu objek wisata sejarah di Semarang yang menghadirkan keindahan arsitektural bangunan yang unik. Lawang Sewu adalah salah satu landmark Kota Semarang.

Kantor Kereta Api

Dibangun pada 1904, bangunan cagar budaya dengan arsitektur khas Belanda ini berusia lebih dari 100 tahun. Pada masanya, bangunan ini pernah digunakan sebagai kantor pusat Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda.

Baca Juga:  Karimunjawa Bisa Jadi Contoh Destinasi Wisata Ramah Lingkungan

Setelah kemerdekaan kemudian digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api RI dan kini dikelola PT KAI. Dimanfaatkan sebagai obyek pariwisata mulai tahun 2005, Lawang Sewu mengundang tingginya antusiasme wisatawan.

PELATARAN. Bagian pelataran tengah Lawang Sewu. Luasnya pelataran terkadang dimanfaatkan untuk pameran UKM atau acara lain

PELATARAN. Bagian pelataran tengah Lawang Sewu. Luasnya pelataran terkadang dimanfaatkan untuk pameran UKM atau acara lain

Pengunjung yang berwisata ke bangunan bergaya arsitektur Belanda ini akan dikenakan tiket masuk. Harga tiket masuk ke area ini cukup murah. Orang dewasa dikenakan Rp 20 ribu, dan anak-anak Rp 10 ribu/orang. Lawang Sewu dibuka setiap hari, dari pagi hingga sore hari.

Lokasi wisata Lawang Sewu berada di sekitaran bundaran Tugu Muda, atau di ujung Jalan Pemuda, kawasan Kelurahan Sekayu, berdekatan dengan lokasi Gereja Katedral Belanda, Museum Mandala Bhakti, dan Wisma Perdamaian. Di tengah-tengah Wilhelminaplein (Taman Wilhelmina) tempat berdirinya Tugu Muda.

Bangunan monumental itu didirikan pada masa Hindia Belanda tahun 1904-1907, awalnya untuk Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat Administrasi Kereta Api – NIS). Arsiteknya adalah Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan BJ. Quendag.

Keunikan-keunikan

Lawang sewu memiliki 3 bangunan utama dengan gedung berbentuk huruf U. Namun bangunan utama yang ketiga tidak begitu besar sehingga cenderung berbentuk huruf L. Dengan corak arsitektur khas Belanda, bangunan ini punya daya tarik yang kuat. Setiap orang yang datang ke Semarang akan menyempatkan mampir dan berfoto dengan latar jajaran pintu yang seolah tanpa ujung ini.

Baca Juga:  Kapolri Ajak Alumni PSSA XXI Lemhanas Tunjukkan Kepemimpinan untuk Kendalikan Covid-19

Dari sisi arsitektur, keunikannya adalah bahwa gedung ini dibangun tanpa menggunakan semen. Gedung ini dibangun dengan bligor atau pese, istilah lokal dari campuran pasir, kapur, dan bata merah. Penggunaan bligor menjadi alasan tidak ditemukannya retakan di Lawang Sewu. Bligor membuat bagian dalam ruang lebih sejuk.

Konstruksinya tanpa besi untuk menghindari tekanan berat. Atapnya berbentuk melengkung setengah lingkaran tiap setengah meter untuk mengurangi tekanan. Struktur atap dari bata disusun miring seperti struktur jembatan.

Hanya gedung B yang dibangun paling akhir tahun 1916 menggunakan besi dan material lokal karena Perang Dunia I di Eropa. Saat pengiriman barang dari Belanda lambat, diprioritaskan penggunaan barang lokal. Bata, genting, kaca, hingga ubin, menggunakan buatan Semarang dan sekitarnya.

Dua bangunan utama berisi diorama dan berbagai macam benda-benda bersejarah tentang kereta api indonesia. Di sini pengunjung dapat melihat museum, galeri, serta peta-peta dan foto-foto zaman dulu . Diorama ini menjadi penggambaran Semarang sebagai pusat kereta terbesar di Indonesia dan jurusan kereta api pertama, Semarang – Temanggung.

KACA PATRI. Lukisan kaca patri di bagian dalam gedung Lawang Sewu

KACA PATRI. Lukisan kaca patri di bagian dalam gedung Lawang Sewu

Tujuan pembuatan kantor Kereta Api ini pada dasarnya untuk transportasi bahan mentah perdagangan Hindia Belanda. Kebutuhan tersebut berasal dari perkebunan paksa (cultuur stelsel) yang berasal dari daerah penghasil gula, kopi dan tembakau.

Baca Juga:  Warga Bandengan Gelar Karnaval Larung Sesaji

Ruang pameran ini berada di lantai satu sedangkan lantai dua digunakan sebagai kantor Divisi Heritage dan Arsitektur PT KAI.

Ruang Bawah Tanah

Lawang Sewu dilengkapi juga dengan ruang bawah tanah. Pengunjung diperbolehkan ke ruang bawah tanah tak lain agar dapat mengetahui kecerdasan arsitektur zaman dulu.

Lantai bawah tanah ini pernah menjadi penjara bagi para pejuang kemerdekaan. Hal ini sering menghembuskan aura mistis tentang ruangan gedung ini. Fungsinya sebenarnya dari ruang tersebut adalah sebagai drainase, saluran air. Itulah mengapa ruang bawah tanah Lawang Sewu ini lembap, berlangit-langit rendah, dan gelap.

Di Lawang Sewu, salah satu lokasi favorit untuk berfoto saat ke obyek wisata ini adalah dinding kaca patri berukuran tinggi 9 meter. Kaca patri mozaik ini berada di dalam gedung utama. Kaca yang terbagi menjadi empat panel besar ini mencerminkan eksploitasi besar-besaran hasil alam Indonesia.

Pada panel tengah-bawah berjajar Dewi Fortuna dengan baju merah, roda bersayap lambang kereta api, dan Dewi Sri. Panel di atasnya adalah tumbuhan dan hewan yang menggambarkan Nusantara kaya akan hasil bumi. Ditambah simbol kota-kota dagang Batavia, Surabaya, dan Semarang.

Sedangkan simbol kota-kota dagang Belanda, yakni Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag, berderet di panel kiri. Dan panel sebelah kanan menampilkan ratu-ratu Belanda.

Penasaran kan? Sekali waktu kunjungi Lawang Sewu agar ngerti bagaimana penjajah juga membangun dan mewariskan bangunan monumental yang kini jadi tempat wisata. (*)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *