Sobokarti Kembali Populerkan Batik Semarangan, Mbak Ita: Jadikan Batik Semarangan Lebih Dicintai Milenial

Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu belajar membatik gaya Semarangan.
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu belajar membatik gaya Semarangan.

SEMARANG (Awal.Id) – Perkumpulan Seni dan Budaya Sobokarti Semarang mempopulerkan kembali Batik Semarangan kepada milenial. Sebanyak 16 peserta pelatihan digembleng untuk belajar mencanting, memahami corak Batik Semarangan sampai mahir di Gedung Sobokarti, Sabtu (2/10).

Bertepatan dengan momentum Hari Batik, Sobokarti pun membuat embrio baru para pembatik muda dengan menggelar pelatihan yang berkelanjutan. Gedung Sobokarti yang berada di Jalan Dr Cipto 31-33 Semarang sejak jaman kolonial Belanda dijadikan tempat bagi pertunjukan seni budaya. Gedung yang dibangun oleh arsitek Belanda Thomas Karsten berdiri tahun 1929 dengan ciri khas pendapa Jawa.

Aula Gedung Sobokarti dijadikan tempat workshop pelatihan bagi yang ingin mendalami atau yang ingin tahu tentang Batik Semarangan dengan beragam coraknya.

Gedung Sobokarti sampai saat ini masih digunakan untuk tempat pertunjukan seni wayang, tarian, termasuk kursus pelatihan tari dan batik.

“Pelatihan ada 16 peserta kebanyakan milenial, hanya saya yang paling tua,” kata Dodo Budiman, peserta pelatihan yang kini ikut jadi mentor melatih pembatik milenial di Gedung Sobokarti, Sabtu (2/10).

Dodo Budiman menjadi pembatik dari Kampung Batik Djadoel Semarang ikut jadi peserta pelatihan membatik angkatan pertama. Menurutnya, ilmu membatik baru dia dapatkan oleh mentor seniman Sobokarti.

Baca Juga:  Ratusan Ojol Gelar Unjuk Rasa, Tuntut Tarif Naik

Ilmu tentang Batik Semarangan ini tidak bisa didapatkan di tempat lain. Bahkan pelatihan ini tergolong efektif karena hanya 20 hari. Biasanya, kata Dodo, yang sudah tahu mencanting, jika pelatihan di BLK akan memakan waktu sampai dua bulan untuk bisa mencanting.

Pelatihan selama 20 hari telah digelar pada bulan September lalu. “Dilatih dari A-Z tentang membatik, semua peserta adalah mereka yang belum pernah sekalipun pegang canting,” katanya.

Para peserta juga adalah para milenial yang memang benar-benar terpanggil hatinya untuk belajar mendalami Batik Semarangan. Untuk lebih pandai dan lebih tahu tentang batik.

Ilmu yang didapat tidak hanya belajar membatik motif Semarangan, lebih dari itu, juga dikenalkan motif klasik, ciprat, dan kontemporer.

“Kita belajar klasik semarangan dulu, lalu kontemporer bebas dan ciprat yang mengadopsi untuk dimodifikasi,” katanya.

Hasilnya, bermacam produk batik hasil pelatihan melahirkan beragam motif Semarangan yang telah termodifikasi baik dari klasik, ciprat, kontemporer atuau gabungan modifikasi ketiganya, tanpa meninggalkan pakem Semarangan.

Baca Juga:  Jampidum Setujui 4 Pengajuan Keadilan Restoratif

Mereka yang telah ikut pelatihan juga saat ini menjadi mentor pelatihan bagi kelompok milenial atau masyarakat yang ingin belajar membatik di Sobokarti.

Mbak Ita mencoba menggunakan cantik untuk membatik saat berada di tempat pelatihan di Sobokarti.

Mbak Ita mencoba menggunakan cantik untuk membatik saat berada di tempat pelatihan di Sobokarti.

Dicintai Milenial

Sementara itu Wakil Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu yang melihat langsung pelatihan membatik di Sobokarti mengaku bangga ada warga Semarang tergerak uri-uri pelestarian Batik Semarangan.

“Bukan menghidupkan karena sudah ada sejak dulu, tapi mempopulerkan. Targetnya adalah para milenial belajar berlatih membatik Semarangan,” kata Mbak Ita, sapaan akrab Wakil Wali Kota Semarang ini.

Adanya pelatihan membatik bagi milenial, kata Mbak Ita, menjadikan Batik Semarangan lebih dicintai milenial, tidak luntur tapi mengikuti jaman.

“Istilahnya tidak terkikis globalisasi tapi justru eksis,” katanya.

Dia juga senang karena dari peserta pelatihan kini sudah bisa menghasilkan produk batik dari motif Semarangan yang beragam. Ditambah dengan menjadi mentor pelatih bagi para milenial yang mau belajar membatik secar reguler.

Baca Juga:  Dugaan Korupsi LPEI, Jampidsus Kejagung Periksa 6 Orang Saksi

“Saya lihat sendiri pelatihan 20 hari kemarin, dan sudah ada hasil produk yang bermacam pola, tapi tidak keluar dari pakem Semarangan, dan sekarang ada kedatangan peserta membatik dari para disabilitas,” katanya.

Ita berharap dengan banyaknya milenial yang belajar membatik, lalu menciptakan karya dengan aneka kombinasi sesuai cita rasa milenial, maka batik pun bisa dimiliki dan dipakai oleh siapa saja.

“Mungkin nanti perlu sedikit dihaluskan, misal gambar Warak bisa disesuiakan lebih ideal ukurannya, lalu bisa ada juga paket membatik yang bisa dibeli peserta reguler yang datang ke Sobokarti,” katanya.

Paket reguler membatik bisa berupa sebuah paket dikemas berisi lengkap satu kain mori bermotif, canting, malam, kompor dan bimbingan mentor membatik.

“Jadi wisatawan atau warga reguler yang datang tinggal beli lalu bisa dimentor langsung, pembayaran bisa nanti kita gunakan digitalisasi biar lebih dekat dengan milenial yang sudah banyak menggunakan dompet digital,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wakil Wali Kota Semarang menyalurkan bantuan dua gulungan besar kain mori, paket sembako, serta dua pompa air untuk kebutuhan gedung cagar budaya Sobokarti. (is)

Sharing:

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *