Awas, Keramaian Perayaan Syawalan Harus Diantisipasi

SEMARANG (Awal.id) – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta seluruh Bupati/Wali mengantisipasi keramaian perayaan Syawalan atau Lebaran ketupat, tepat seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan terjadi pergerakan masyarakat pada acara itu.
“Kita tadi rapat dengan Menkes dan Mendagri dan diingatkan soal Lebaran ketupat atau Syawalan. Kan model Lebaran di kita itu ada dua, Lebaran Idul Fitri dan Lebaran ketupat atau kupatan. Nah itu akan jatuh di hari Kamis (20/5) nanti. Semuanya harus siaga,” kata Ganjar usai rapat penanganan Covid-19 di kantornya, Selasa (18/5).
Apalagi, lanjut dia, perintah larangan mudik telah berakhir pada 17 Mei kemarin. Sehingga, ada kemungkinan orang akan mudik setelah tanggal itu untuk merayakan Syawalan bersama keluarga.
“Maka itu jadi catatan kita, Kamis besok harus siap-siap karena kemungkinan akan adanya arus masyarakat mudik setelah pembatasan-pembatasan kemarin dilakukan. Tentu saya berharap, masyarakat tetap tinggal di tempat dan tidak mudik,” jelasnya.
Tak hanya itu, banyak tradisi biasanya dilakukan masyarakat saat Syawalan. Ganjar meminta seluruh Bupati/Wali Kota memastikan bahwa tradisi yang digelar tidak melanggar protokol kesehatan.
“Kalau itu membikin kerumunan, ndak boleh. Tapi kalau dibatasi silahkan diatur. Teman-teman Kabupaten/Kota sampai level desa, camat dan lurah harus bekerjasama dengan Babinsa/Babinkamtibmas untuk mengatur. Kalau tidak bisa diatur, harus tidak diizinkan,” tegasnya.
Ganjar juga meminta seluruh Bupati/Wali Kota mempersiapkan kemungkinan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pascalebaran. Selama 14 hari usai Lebaran ini, semua diminta siaga di daerah masing-masing.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yulianto Prabowo mengatakan, belum ada peningkatan kasus Covid-19 beberapa hari pascalebaran ini. Beberapa daerah memang ada sedikit peningkatan, seperti Kabupaten Semarang, Demak, Pati, Kudus dan Grobogan.
“Tapi itu bukan dari pemudik, itu lebih banyak dari kasus yang muncul tinggi beberapa waktu lalu, yakni klaster keluarga,” ucapnya. (is)